Obat Riya

oleh : Izzudin Karimi

Karena riya merupakan penghapus amalan kebaikan, maka siapa pun yang ingin memetik pahala darinya, dia hendaknya mewaspadai riya` dan berhat-hati darinya, membentengi diri dengan penangkal dan obatnya sehingga riya` tidak bercokol dalam hatinya.

Pertama, mengetahui bentuk-bentuk amal karena dunia, macam-macam riya`, sebab-sebabnya dan dampak buruknya, selanjutnya mencongkelnya dari akar-akarnya dan menutup segala sebab-sebabnya, karena mana mungkin seseorang menghindari sesuatu bila dia tidak mengenalnya. “Siapa yang tidak mengenal keburukan, maka dia ptut terjatuh ke dalamnya.” Demikian kata orang bijak.

Kedua, mengetahui keagungan Allah Ta'ala mencakup nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya dengan benar yang digali dari al-Qur`an dan sunnah yang shahih sesuai dengan akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Bila seorang hamba mengetahui bahwa hanya Allah semata yang memberi manfaat dan menimpakan mudharat, memuliakan dan menghinakan, mengangkat dan menurunkan, memberi dan menahan, menghidupkan dan mematikan, mengetahui apa yang nampak dan apa yang tersimpan, bila seorang hamba menyadari hal ini dengan sesadar-sadarnya maka dia akan mengetahui bahwa hanya Allah yang berhak atas segala ibadahnya, maka hal ini akan melahirkan keikhlasan dan kejujuran dengan Allah.

Ketiga, mengetahui apa yang disiapkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya yang beramal dengan ikhlas di akhirat, dan bahwa dunia termasuk sanjungan dan nama baik di mata manusia tidak ada apa-apanya bila dibandingkan apa yang Allah siapkan, dalam kondisi ini seorang hamba akan mementingkan apa yang ada di sisi Allah di atas apa yang ada di tangan manusia.

Keempat, menanamkan rasa takut dalam diri terhadap riya dan dampak buruknya yang membuat kerja keras beribadah sia-sia, siapa yang takut terhadap sesuatu pasti akan menjauhinya dan berlari darinya, bila seseorang tergoda untuk riya, hendaknya dia mengingat dengan baik akibat buruknya. Orang-orang shalih dari salaf umat ini bisa selamat dari penyakit ini –setelah inayah dari Allah- karena mereka sedemikian takutnya terhadapnya, sehingga mereka sangat mewaspadainya dan berhati-hati darinya serta menimbang amal perbuatannya.

Kelima, karena di antara sebab adalah menghindari celaan manusia, maka hendaknya hal itu dibalik dengan berlari dari celaan Allah, yang kedua ini lebih patut, karena celaan Allah mencoreng wajah dan memburukkannya. Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw dan berkata, “Rasulullah, sesungguhnya pujianku menghiasi dan celaanku memperburuk.” Nabi saw menjawab, “Itu Allah.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 3263 dan dia menyatakannya hasan, diriwayatkan pula oleh Ahmad dari al-Aqra’ bin Habis.

Keenam, mengusir sumber utama dan pangkal poko riya` yaitu setan dengan hal-hal di mana setan berlari menjauh darinya, di antaranya adzan, membaca al-Qur`an, memohon perlindungan kepada Allah darinya, berdzikir saat keluar rumah dan saat masuk dan keluar masjid dengan yang disyariatkan, menjaga dzikir pagi dan petang serta ba’da salam serta dzikir-dzikir yang disyariatkan lainnya.

Ketujuh, menyembunyikan ibadah-ibadah yang memungkinkan untuk disembunyikan, seperti shalat sunnah di rumah, qiyamul lail di rumah, sedekah secara rahasia, doa untuk saudara seiman di belakangnya, membaca al-Qur`an dalam kesendirian dan lain sebagainya.

Dari Saad bin Abu Waqqqash dari Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah menyibtai seorang hamba yang bertakwa, bermental kaya dan tidak dikenal.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 2965. Wallahu a’lam

Kedelapan, tidak memperdulikan pujian dan cacian manusia, karena pujian mereka tidak bermanfaat dan cacian mereka tidak merugikan, sebaliknya hendaknya ketakutannya kepada celaan Allah dan kebahagiaannya dengan pujian Allah, “ Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Yunus: 58).

Hendaknya Anda menyadari bahwa tiada manusia yang pujiannya berguna dan tiada manusia yang celaan memburukkan selain Allah semata, bila demikian lalu untuk apa Anda mencari pujian yang tidak menghiasi dan berlari dari celaan yang tidak memburukkan? Mestinya sebaliknya, Anda kudu mencari pujian yang menghiasi dan celaan yang memperburuk.

Perhatikanlah siapa yang mencelamu, bila dia benar dan bermaksud menasihati maka terimalah nasihatnya, pahit memang, tetapi ibarat obat dari seorang dokter yang diharapkan menjadi sebab kesembuhan, demikian pula dengan nasihat, terima saja-lah karena dia memperlihatkan aib-aibmu kepadamu, mengingatkan kesalahan-kesalahan yang kamu mungkin lupa kepadanya. Namun bila dia berdusta, maka sekalipun Anda bebas dari aib tersebut, Anda toh tidak lepas dari aib yang lain bukan? Bersyukur, pendusta tersebut tidak mengetahui aib-aibmu, kedustaannya merupakan pelebur dosa bagimu bila kamu bersabar dan berharap pahala dari Allah.

Kesembilan, takut kepada su`ul khatimah, di mana penutup amalnya dan akhir ajalnya adalah riya, akibatnya dia harus memikul kerugiaan yang besar, karena manusia di bangkit di hari Kiamat di atas apa yang dia mati di atasnya, manusia dibangkitkan sesuai dengan niat-niat mereka dan sebaik-baik amal adalah penutupnya.

Kesepuluh, memohon pertolongan kepada Allah dan selalu bergantung kepadanya, Nabi saw telah bersabda, “Wahai manusia, takutlah kalian terhadap syirik ini, karena ia lebih samar daripada gerakan semut.” Mereka bertanya, “Bagaimana kita menjaga diri darinya wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Ucapkanlah, ‘Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung dari mempersekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui dan kami memohon ampun kepadaMu dari apa yang tidak kami ketahui.” Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang jayyid.

Kesebelas, menutup mata terhadap apa yang ada di tangan manusia, karena cinta sanjungan dan pujian dari manusia, termasuk berharap apa yang ada di tangan mereka tidak berkumpul dalam hati dengan keikhlasan dan berharap balasan hanya dariNya, seperti api dengan air. Bila Anda ingin meraih derajat ikhlas maka datangilah tamak terhadap balasan manusia, sembelihlah ia dengan pedang putus asa. Sadarilah bahwa apa yang dimiliki manusia, Allah memilikinya dalam bentuk lebih melimpah, lebih besar, lebih langgeng dan lebih nikmat.

Keduabelas, menyadari buah-buah keikhlasan di dunia dan di akhirat setelah mengetahui akibat buruk riya`, karena mengetahui buah-buah yang baik akan mendorong untuk memetiknya sebagaimana mengetahui akibat buruk akan mendorong untuk berlari darinya. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar